YOGA DAN ISLAM:sebuah paradigma spiritual
Yoga
lahir dari rahim dunia Hindu, sekalipun menurut Mircea Eliade ia
berasal dari zaman pra Hindu dan dapat ditelusuri sampai ke shamanisme
pra sejarah. Seperti sumbangan India lainnya kepada peradaban dunia,
misalnya
sistem notasi angka yang kepadanya seluruh matematika bergantung, yoga
tidak terikat dengan agama Hindu, tapi dapat dipakai secara universal.
Ia dapat dipakai untuk membantu seseorang untuk mengikuti agamanya
secara lebih baik apapun agamanya. Ia juga punya hubungan tertentu
dengan Islam yang melahirkan sebuah studi menarik.
Yoga
mudah menyatu dengan kehidupan Islam; karena sesungguhnya keduanya
saling membantu. Bukan saja tidak ada pertentangan, tapi Islam dan yoga
sendiri membentuk sinergi yang saling menguntungkan. Keduanya setuju,
bahwa sementara tubuh adalah penting sebagai kendaraan untuk meraih
tujuan dan keselamatan spiritual, jati diri sejati manusia bukan pada tubuhnya tapi pada ruhnya yang abadi.
Yoga bukanlah agama, melainkan rangkaian teknik dan skill yang
meningkatkan praktik agama manapun. Pengarang Perancis Jean Dechanet
menemukan hal yang sama dalam agamanya Katholik dan ia telah menulis
buku Christian Yoga (New York : Harper, 1960). Begitu juga dengan Yoga
Islam. Yoga Islam merupakan sebuah realitas yang benar-benar
ada. Sangatlah mungkin menggunakan skill yoga dengan tujuan agar dapat
beribadah kepada Allah secara lebih baik menjadi muslim yang lebih baik.
Metafisika
Advaita Vedanta sejalan dengan tauhid Islam, maka ada kecocokan yang
sempurna antara Islam dan Yoga pada tingkat yang paling mendasar.
Seluruh ajaran esoteris tradisional sepakat bahwa apapun di dunia nyata
ini punya asal usulnya di dunia ideal. Seluruh manifestasi di dunia
material berasal dari pola dasar (archetypes-nya) di alam ideal (dikenal
sebagai al-tsabitah dalam metafisika Ibnu Arabi). Dunia apa
adanya yang terbatas ini, tak lain adalah sebuah ekspresi dari realitasi
asal itu, dan pada akhirnya akan kembali terserap ke asal ideal itu.
Advaita
Vedanta dan ajaran Esoteris Islam sepakat bahwa Tuhan adalah
satu-satunya realitas absolut, realitas abadi; seluruh selain-Nya
hanyalah bersifat mungkin dan karenanya sementara. Pandangan tunggal
tentang realitas dalam Advaita Vedanta sejalan belaka dengan Tauhid
Islam, dan dengan ketunggalan wujud dalam ajaran Ibnu Arabi.
Menarik
membandingkan simbolisme perjalanan malam Nabi Muhammad, Mi’raj,
dengan simbolisme serupa dalam Yoga. Nabi SAW naik ke langit dengan
mengendarai Buraq, binatang kendaraan dengan kepala seorang manusia,
melalui tujuh lapis langit ke Arsy Tuhan. Dalam Yoga, Kundalini
adalah energi (shakti) feminin yang bersemayam di sumsum tulang
belakang (setiap orang) dan –ketika diaktifkan- energi itu merambat naik
melalui tujuh tingkatan (dilambangkan dengan tujuh chakra), menuju puncak pembebasan (brahmarandhra).
Salah satu kesesuaian paling nyata antara Islam dan Hatha Yoga adalah keserupaan sholat dengan gerakan (asana)
dalam Yoga. Beribu-ribu pose (asana) dan variasi yang dikenal dalam
Hatha Yoga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe dasar mencakup
posisi berdiri, posisi peregangan tulang belakang/spinal stretches,
pose-pose terbalik/inverted postures, pose-pose duduk dan pose-pose
memuntir tulang belakang (spinal twist). Jeniusnya, sholat Islam adalah
karena dapat menggabungkan seluruh bentuk gerakan dasar ini ke dalam
rangkaian gerakan yang padat dan mengalir, yang menjamin sebuah jalan
latihan yang sempurna dan serba guna untuk kesehatan yang mudah
dilakukan setiap orang