BERSYUKUR ITU INDAH dan MULIA
Ada pepatah kuno mengatakan:
dengan MELIHAT, aku TAHU
dengan MENDENGAR, aku MENGERTI
dengan MENJALANI, aku PAHAM
dengan MENDENGAR, aku MENGERTI
dengan MENJALANI, aku PAHAM
Selalu bersyukur akan membuat kita bahagia.
Beberapa cerita berikut ini menggambarkannya…
Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang
direktur bertanya pada sopir pribadinya, “Bagaimana kira-kira cuaca
hari ini?” Si sopir menjawab,
“Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya
sukai.” Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya
lagi, “Bagaimana kamu bisa begitu yakin?”.Supirnya menjawab, “Begini,
pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya
sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan”.
Jawaban singkat tadi merupakan wujud
perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan
bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan
bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani
kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.
Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur.
Pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki.
Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.
Pikiran Anda dipenuhi berbagai target
dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah,
mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita
ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya.
Tapi anehnya, walaupun sudah
mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak
puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang
kita miliki kita tak pernah menjadi “kaya” dalam arti yang sesungguhnya.
Mari kita luruskan pengertian kita
mengenai orang “kaya”. Orang yang “kaya” bukanlah orang yang memiliki
banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.
Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu
menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah
perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki.
Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.
Pusatkanlah perhatian Anda pada
sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda.
Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.
Seorang pengarang pernah mengatakan, “Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang
Anda nikahi.” Ini perwujudan rasa syukur.
Anda nikahi.” Ini perwujudan rasa syukur.
Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak.
Suatu sore ia melihat seseorang yang tak
mempunyai kaki, tapi tetap ceria karena masih bisa mempergunakan
tangannya. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai mengucap
syukur.
Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah adanya kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.
Kita merasa orang lain lebih beruntung.
Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan,
lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.
Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.
Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa.
Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, “Lulu, Lulu.”
Seorang pengunjung yang keheranan
menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, “Orang
ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.”
Si pengunjung manggut-manggut, tapi
begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus
memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, “Lulu, Lulu”. “Orang ini
juga punya
masalah dengan Lulu?” tanyanya keheranan.
masalah dengan Lulu?” tanyanya keheranan.
Dokter kemudian menjawab, “Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.”…
Hidup akan lebih bahagia kalau kita
dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan
kualitas hati yang tertinggi.
Cerita terakhir adalah mengenai seorang
ibu yang sedang terapung dilaut karena kapalnya karam, namun tetap
berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, “Saya mempunyai
dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup di
tanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat
berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya
juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya
di surga.”
Sungguh temanku, rasa syukur itu memang sangat luuaar biasa dan teramat sangat indah dan membahagiakan hati.